Rabu, 25 Mei 2011

Kisah Sebuah Undangan

Tulisan ini sebenarnya sudah lama gw bikin, namun karena kesibukan gw belum sempat untuk memostingkan nya di blog.

Ceritanya minggu lalu gw dimintai tolong untuk membuat undangan oleh seorang saudara, gw diminta tolong untuk membuat undangan pernikahan, gw diminta membuatnya dari desain sampai dengan cetak nya ditangani gw, saudara gw (kita sebut saja si klien) tidak meminta dengan Cuma-Cuma, beliau juga akan membayar. Bagi gw yang belum punya penghasilan tetap tapi punya pengeluaran tetap tiap minggunya untuk ketemuan sama pujaan hati merupakan angin segar dan kabar gembira.

Gw memasang tarif sangat murah, berhubung gw masih amatir, baik hati dan si klien ini adalah saudara gw.
Gw minta tolong Adimar menemani gw mencari percetakan yang murah, karena dia sudah cukup berpengalaman dalam hal cetak mencetak.

Sampai pada saat mencetak, berbagai masalah muncul.
Masalah pertama yg muncul adalah dengan separasi yang salah layoutnya dan gw kembali harus mengeluarkan uang untuk mencetak ulang separasi.

Masalah kedua adalah biaya untuk pond amplop yang tak kami perkirakan sebelumnya, memang budget yang diberikan gw rasakan terlalu sedikit bahkan kurang, Rp.2.500,00 untuk selembar undangan yang berwarna-warni dan menggunakan laminating doft. Mas Bejo (nama tidak disamarkan) sang operator mesin cetak mengatakan kalau amplopnya harus di pond, karena bentuknya tidak memungkinkan untuk dipotong oleh mesin potong, beliau dengan logat Tegal nya memberikan masukan-masukan, dan estimasi biaya yang harus dikeluarkan kepada gw dan Dimar.

Mendengarkan masukan dari mas Bejo, sebelum memutuskan untuk pond atau tidak pond kami berniat untuk memotong amplopnya nya sendiri karena kurang uang, tapi setalah kami melihat dan berfikir, jumlah yang harus dipotong ada ratusan.. banyak banget, bisa ujung-ujungnya gw yang bakalan motong jari-jari gw karena frustasi. Pada akhirnya gw pun memutuskan untuk meminta tambahan uang kepada klien untuk biaya pond (biarin deh ngga dapet untung yg penting ngga buntung apalagi bunting).

Masalah berikutnya setelah undangan dan amplopnya selesai adalah jumlah amplop yang kurang 60 buah. Padahal gw pikir undangannya langsung diplastikin juga bagus tanpa harus dimasukin amplop. Tapi berhubung klien sangat mencintai amplopnya gw pun harus kembali membanting orang untuk mencetak amplop. Untuk mencetak amplop sebanyak 60 lembar gw rasa ngga ada percetakan yang mau nyetakin, kalau pun ada pasti jatuhnya mahal dan gw juga ngga dikasih duit buat mencetak kekurangan amplop tersebut, gw memang ngga minta karena ini adalah kesalahan gw sehingga gw merasa harus bertanggung jawab. Akhirnya gw mencetaknya di digital printing, dan kali ini gw terpaksa memotong sendiri 60 lembar amplop (saat itu gw merasa kembali ke masa-masa gw SD).

Setelah selama 3 hari bolak-balik ke percetakan di senen, masalah ternyata belum selesai, gw harus kembali mencetak 200 lembar undangan lagi, karena 500 yang sebelumnya masih terdapat banyak kesalahan. Bagaimana mungkin uang Rp.1.240.000,00 (Rp.140.000,00 duit gw) terbuang begitu saja karena ketidak telitian gw... ow sungguh aku SHOCK SETENGAH MATI, UNDANGAN INI MEMBUNUHKU!

Kali ini dengan berat hati gw meminta 1 lembar undangannya dibayar seharga Rp.3000,00 (mau gimana lagi, bini gw kan harus makan..loh gw kan belum nikah..) gw berharap semoga kali ini gw bisa dapet untung dari sisa nya walaupun gw yakin paling Cuma cukup buat beli pertamax 1 liter, mie ayam 2 mangkok dan 3 biji permen lolipop untuk cw gw.

Walaupun gw bangkrut, tapi gw mendapatkan pelajaran yang cukup berharga, selain itu gw juga belajar untuk bisa lebih ikhlas dan sabar dalam menghadapi sesuatu karena gw yakin Allah SWT tidak memberikan cobaan melebihi kemampuan umatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar